Pages

Sunday 21 February 2016

Mafia Migas Arahkan Pengelolaan Blok Masela di Laut

Rimanews - Seperti telah banyak diketahui melalui media cetak, elektronik maupun media sosial sedang terjadi pertarungan sengit dalam perdebatan soal cara pengilangan gas abadi Blok Masela di Maluku Tenggara, apakah dikilang di laut (Floating LNG/FLNG)  atau di kilang di darat (Onshore LNG/OLNG ).   
Lucunya, dalam perdebatan itu pihak yang menginginkan kilang di laut atau FLNG sudah tidak rasional lagi. Dengan alasan apapun yang berganti-ganti, mereka tetap ngotot ingin kilang di laut/FLNG. Walaupun mereka tidak dapat mematahkan argumentasi, angka-angka, dan fakta yang diajukan oleh pihak yang menginginkan kilang di darat/OLNG. Tetapi, mereka tetap menginginkan kilang di laut/FLNG.   

Walaupun ternyata biaya kilang di darat OLNG jauh lebih murah, menghemat USD6 miliar (Rp81 Triliun), mereka tetap menginginkan kilang di laut, FLNG. Bahkan, mereka yang ngotot kilang di laut, tidak segan-segan memanipulasi angka pada waktu presentasi di depan Presiden Jokowi di Istana pada bulan Januari 2016 yang lalu. Kilang di laut, dikatakan lebih murah, hanya USD14,8 Miliar, sedangkan kilang di darat dikatakan lebih mahal USD19,3 Miliar. SKK Migas yang presentasi di depan Presiden Jokowi itu menggunakan angka-angka dari Inpex/Shell dan konsultan Poten & Partner tanpa dikritisi sedikitpun, sehingga SKK Migas seolah hanya menjadi corong kepentingan asing, walaupun sangat merugikan kepentingan nasional.   

Perlu diketahui bahwa di dalam Inpex/Shell maupun di dalam konsultan Poten and Partner tidak seorangpun ahli yang sudah pernah membangun, mengoperasikan, dan merawat suatu instalasi kilang di laut. Karena, memang belum ada satupun FLNG di dunia yang sudah beroperasi. Yang ada hanyalah yang sedang dibangun di Australia yang bernama PRELUDE yang baru akan selesai 2017. Itu-pun hanya 3,6 juta ton, hanya kurang dari separuh kapasitas Blok Masela yang 7,5 juta ton.   

Pada waktu Inpex/Shell ditantang untuk betul-betul bertanggungjawab terhadap perhitungannya bahwa untuk FLNG tidak akan melebihi USD14,8 Miliar, kalau melebihi mereka harus membayar sendiri kelebihannya, tidak dibayar oleh cost recovery, maka dia tidak berani. Artinya perhitungannya hanya dikecilkan untuk mengejar proyeknya. Kalau proyek sudah diputuskan FLNG, maka dengan alasan yang sangat teknis, biaya itu akan dilambungkan menjadi besar dan dimasukkan ke dalam cost recovery. Artinya, pemerintah RI yang akan bayar. Suatu akal-akalan yang mudah ditebak dan ditutup-tutupi oleh SKK Migas.   

Kelemahan lain soal kilang laut atau FLNG adalah karena berada di kapal yang mengambang di laut, maka umur nya terbatas, sering harus dimaintenance minimal terhadap korosi/karat, dan setelah 25 tahun sudah menjadi besi tua. Sedangkan kilang darat mempunyai umur yang jauh lebih panjang, karena tingkat korosi/karatnya yang jauh lebih kecil. Jadi, apabila dibangun FLNG akan terjadi pemborosan luar biasa, karena setiap 25 tahun harus diganti dengan kapal baru. Sedangkan umur cadangan gas Blok Masela mencapai 70 tahun, karena itu disebut Blok Gas Abadi Masela.   

Dan perhitungan yang sebenarnya berdasarkan referensi dari Oxford Institut for Energy Strategy 2014 dan pengalaman praktis para ahli Indonesia yang telah berpengalaman membangun 16 kilang darat atau OLNG, biayanya hanya USD16 Miliar. Sedangkan kilang laut atau FLNG jauh lebih mahal yaitu USD22 Miliar. Jadi bila dibangun kilang laut FLNG akan menimbulkan kerugian bagi negara sebesar USD6 Miliar atau Rp81 Triliun yang setara dengan membangun 62 Pelabuhan Perikanan Samudra di Merauke (@ Rp1,3 Triliun) atau membangun 270 Bandar Udara Perintis seperti di Bontang Kaltim (@ Rp300 Milyar).   

Karena itu bagi para pejabat tinggi RI setingkat Menteri dan di atas Menteri yang tetap ngotot untuk mau membangun kilang laut atau FLNG bukan hanya bisa dikatakan telah melakukan tindak pidana korupsi, karena telah merugikan negara Rp81 Trilyun, tetapi juga telah melakukan Subversi Ekonomi. Bahkan ini lebih buruk lagi dari pada jaman Orde Lama, karena dulu yang melakukan Subversi Ekonomi itu para pedagang yang menimbun sembako, tetapi dalam kasus Blok Masela ini yang melakukan justru para pejabat tinggi setingkat Menteri dan Menteri, para elit kekuasaan.   

Karena itu Presiden Jokowi harus segera melakukan pembersihan ke dalam dan melakukan penegakan hukum demi terciptanya pemerintahan yang bersih, kesejahteraan dan keadilan sosial bagi rakyat .
Oleh: Bambang Parikesit, pengamat migas

http://ekonomi.rimanews.com/investasi/read/20160220/263058/Mafia-Migas-Arahkan-Pengelolaan-Blok-Masela-di-Laut

No comments:

Post a Comment