Pages

Monday 13 February 2012

Biaya Beli Pesawat RI-1 Bisa Bangun Banyak Sekolah


INILAH.COM, Jakarta - Daripada beli pesawat kepresidenan, lebih baik anggarannya digunakan untuk memperbaiki sekolah rusak.
Pendapat itu dikatakan Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional Teguh Juwarno. Dia menilai rencana pembelian pesawat kepresidenan seharusnya dilihat dari kacamata sense of crisis. Dimana realitas masyarakat berbicara, banyak sekolah bobrok yang perlu mendapatkan perhatian serius, minimnya akses pendidikan yang terbatas serta kurangnya pemerintah dalam mengirim putra-putri bangsa untuk mendapatkan beasiswa keluar negeri.

"Angka (nominal pembelian pesawat) itu kalau untuk membuat generasi kita menjadi ahli yang mumpuni jauh lebih prioritas," tegas anggota Komisi I DPR RI usai diskusi 'Pers Kita Hari Ini' di Warung Daun Cikini Jakarta Pusat, Sabtu (11/2/2012).

Kepergian Presiden mengacu pada periode ini, imbuhnya, dinilainya relatif terbatas dibandingkan dengan over ekspos yang harus ditanggung. Meski diakuinya proses pembelian pesawat kepresidenan itu sudah berlangsung cukup panjang, sehingga kecil kemungkinannya rencana tersebut dicegah.

Dijelaskan Teguh, rencana pembelian pesawat kepresidenan di Komisi II memang sudah pernah dipaparkan. Di mana saat itu disampaikan keuntungan berikut kerugiannya jika membeli pesawat tersebut.
Jika dilihat dari keuntungannya, besaran uang untuk membeli pesawat saat pemaparan memang lebih menguntungkan, dibanding misalnya dengan melakukan sewa pesawat yang sama. "Tetapi ini yang lebih mengemuka adalah kesadaran, azas kepatutan atau sense of crisis,"

Harga satu unit pesawat kepresidenan sendiri diketahui mencapai USD 91.209.560,61 atau setara dengan Rp 910 miliar. Angka ini dinilai masuk akal dan wajar untuk pembelian satu unit pesawat kepresidenan, jika pemerintah harus terus mengeluarkan anggaran untuk perjalanan udara Presiden dan Wakil Presiden ke daerah dan luar negeri.[iaf]

Nazar Beli Saham Garuda dari Duit Wisma Atlet


TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan M. Nazaruddin sebagai tersangka dalam kasus penyuapan dan pencucian uang dalam pembelian saham PT Garuda Indonesia (Persero). Nazaruddin diduga menggunakan duit proyek Wisma Atlet SEA Games Palembang untuk membeli saham perusahaan penerbangan pelat merah itu.

"Mengkamuflasekan uang yang diduga hasil tindak pidana. Dugaan ini muncul dari pengembangan kasus suap pembangunan Wisma Atlet," kata juru bicara KPK, Johan Budi S.P., di kantornya, Senin, 13 Februari 2012.

Johan mengatakan duit proyek Wisma Atlet itu diambil Nazaruddin dari PT Duta Graha Indah, perusahaan yang memenangkan tender proyek pembangunan Wisma Atlet di Palembang senilai Rp 191 miliar itu. PT Duta Graha juga dimiliki oleh pengusaha Sandiaga Uno.

Nazaruddin membeli saham perdana PT Garuda melalui PT Mandiri Sekuritas pada awal Oktober 2011. Pembelian dilakukan oleh lima perusahaan Nazar, yakni PT Permai Raya Wisata, PT Exartech Technology Utama, PT Cakrawaja Abadi, PT Darmakusumah, dan PT Pacific Putra Metropolitan. Total saham yang dibeli senilai Rp 300,85 miliar.

Dalam dokumen pemeriksaan yang dimiliki Tempo, rincian pembelian itu meliputi Rp 300 miliar untuk 400 juta lembar saham dan Rp 850 juta sebagai fee untuk Mandiri Sekuritas. Pembayarannya dilakukan dalam empat tahap, yakni tunai, melalui RTGS (real time gross settlement), dan transfer sebanyak dua kali.

Harga saham Garuda yang Rp 750 per lembar itu kemudian turun menjadi Rp 600 pada awal pembukaan perdagangan. Akibatnya, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu marah-marah dan meminta agar duitnya dikembalikan. Alasannya, duit itu saweran dari kawan-kawannya.

”Kalau tidak, akan dilaporkan ke polisi,” begitu terdakwa kasus suap Wisma Atlet itu mengancam. Namun pihak Mandiri menegaskan uang tidak bisa dikembalikan.

Johan tak menjelaskan berapa jumlah duit Wisma Atlet yang digunakan Nazaruddin untuk membeli saham Garuda. Direktur Utama PT Mandiri Sekuritas Harry Maryanto Supomo juga diperiksa. Begitu pula Direktur PT Duta Graha Indah (DGI) Laurensius Teguh Khasanto Tan serta mantan Wakil Direktur Keuangan Permai Group Yulianis dan stafnya, Oktarina Furi. "Diperiksa sebagai saksi," kata Johan.

TRI SUHARMAN