Pages

Tuesday 12 July 2011

Mahfud MD dan Kotak Pandora Kebobrokan Demokrat







Disengaja atau tidak, direncanakan atau memang alami, hampir semua kasus yang akhirnya mengungkap kebobrokan Partai Demokrat terbidik melalui pintu Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD.
Kasus pertama yang menohok rezim Presiden SBY diawali dari kehebohan kriminalisasi pimpinan KPK. Pada November 2009, rekamanan percakapan Anggodo dengan sejumlah petinggi Polri dan Kejaksaan diputar di kantor MK. Hal ini terkuak dalam persidangan gugatan tim pengacara KPK terhadap dipenjaranya Bibit dan Chandra. Publik pun terperangah.
Dan siapa sangka, dari kasus ini pula, akhirnya merembet pada terbongkarnya skandal Bank Century yang sangat menggoyang rezim SBY. Hingga kini, dua kasus yang menghebohkan itu masih menyimpan segudang misteri.

Kasus kedua, ketika pada sekitar bulan Februari 2010, MK melaporkan dugaan kasus pemalsuan surat MK oleh Andi Nurpati yang juga seorang komisioner KPU. Anehnya, laporan di kepolisian ini tidak diproses hingga meledak pada Juni 2011. DPR pun menangkap ‘operan’ MK ini sebagai senjata untuk mempreteli sepak terjang Andi Nurpati dalam kiprahnya sebagai pejabat KPU.
Menariknya, kasus laporan MK soal dugaan pemalsuan surat oleh Andi Nurpati justru meledak saat Andi Nurpati menjabat juru bicara partai Demokrat. Jika dirunut, laporan MK ke poilsi yang terjadi sekitar bulan Februari 2010 seolah dianggap sepi oleh pihak Demokrat, Polisi, dan Andi Nurpati sendiri. Hingga, Andi Nurpati pada bulan Juni 2010 menyatakan secara resmi mundur dari KPU dan masuk sebagai pejabat Demokrat. Sebuah lompatan Andi yang kurang dicermati Demokrat yang akhirnya membawa bahaya di internal Demokrat.

DPR sendiri menyikapi kasus Andi Nurpati bukan sekadar pada pemalsuan surat MK saja. Ada kemungkinan akan diperluas pada mafia pemilu. Dari sini, publik pun diingatkan oleh memori lama tentang keanehan naiknya suara SBY yang secara tiba-tiba dalam laporan KPU di pilpres 2009.
Alur pembenaran pun seolah mengalir ketika Andi Nurpati dipersilakan untuk menjadi seorang pejabat yang cukup mempunyai posisi penting di tubuh Demokrat. Karena di situlah, warna politik pencitraan yang sangat ditonjolkan SBY sangat diandalkan. Andi Nurpatilah yang akan menjadi penanggung jawab baik tidaknya citra Demokrat dan SBY di mata publik.
Dan sekarang, justru Andi Nurpati yang semestinya dipersiapkan sebagai senjata ampuh Demokrat dalam politik pencitraan, meledak di tangan Demokrat sendiri.

Ketiga, adalah kasus hampir mandegnya pengaitan keterlibatan mantan bendahara umum Demokrat, M Nazaruddin, dalam kasus suap Sesmenpora oleh KPK. Hampir sebulan perjalanan kasus hanya berkutat pada tiga oknum: Mindo Rosalina, Wafid Muharam, dan Idris (pengusaha).
Terlebih ketika Rosalina yang sebelumnya punya hubungan khusus dengan Nazaruddin, menyangkal semua pengakuannya yang ia ungkapkan sendiri dalam BAP oleh KPK dan pengacaranya. Hampir saja, Nazaruddin benar-benar luput dari bidikan KPK.

Lagi-lagi, manuver datang dari Mahfud MD. Ketua MK ini datang menemui SBY di istana dan menjadi sorotan publik karena juga melakukan konpres. Isinya, Nazaruddin pernah memberikan hadiah uang kepada Sekjen MK senilai delapan ratus jutaan dalam bentuk uang dolar Singapura.
Inilah pukulan telak Mahfud MD, atau siapa pun yang bersamanya, terhadap posisi Nazaruddin. Betapa tidak, kasus penyuapan terhadap lembaga sekaliber MK dan diungkap di depan orang paling berpepengaruh di Demokrat, SBY.
Seperti menangkap sinyal bahaya, Nazaruddin tidak lagi menganggap aman posisi dirinya ketika manuver Mahfud MD mulai dimainkan. Ia dan beberapa petinggi Demokrat pun berhitung untuk mengamankan Nazaruddin di Singapura.

Satu hal yang dilupakan para petinggi Demokrat yang mungkin bersekutu dengan Nazaruddin adalah Demokrat besar karena pencitraan dan akan hancur juga dari pencitraan. Dan sosok Nazaruddin adalah orang yang paling pas untuk menumbangkan pencitraan yang telah diraih Demokrat selama ini.
Kepribadiannya yang emosional dengan pernyataan heboh soal kebobrokan petinggi Demokrat kepada media massa, justru menjadi blunder berat buat Demokrat. Dengan kata lain, ingin menyelamatkan badan, Demokrat justru kehilangan muka.

Apakah manuver Mahfud MD dan MK memang sebuah skenario jitu untuk menumbangkan politik pencitraan yang selama ini didagangkan SBY dan Demokrat? Mahfud MD menyangkal dugaan-dugaan itu kepada sejumlah media. “Tidak ada kepentingan politik,” ucap mantan Menteri Pertahanan di era Gus Dur ini.

800 Orang Bugil dalam Perang Bantal Belgia

okezone.com


BRUSSELS - 800 laki-laki dan perempuan tunggang langgang tanpa busana sehelai pun dalam perang bantal di Brussel, Belgia. Ini merupakan bentuk instalasi seni dari seniman Amerika Serikat (AS) Spencer Tunick.

Atas nama seni, instalasi yang berjudul "Sleeping Beauties" ini berlangsung di Kastil Gaasbeek, yang letaknya sekira 6 mil dari Ibukota Belgia, Brussels. Karya Tunick memang selama ini lebih banyak mengetengahkan tubuh telanjang laki-laki dan perempuan di tempat publik.

Karyanya kali ini tentu mencengangkan melihat tubuh polos tanpa sehelai benang pun, saling pukul dengan menggunakan bantal. Kurang 800 orang sepertinya menikmati perang bantal tersebut tanpa rasa risih akan tubuh polos mereka. Demikian diberitakan Daily Mail, Minggu (10/7/2011).

Aksi nyeleneh 800 manusia telanjang ini nantinya diabadikan oleh Tunick dalam sebuah foto. Ia juga mengatur para sukarelawan yang tanpa busana ini dalam berapa pose diakhiri dengan perang bantal.

Tidak terlalu sulit nampaknya bagi Tunick untuk mengatur instalasi seninya. Buktinya, 800 orang tersebut seperti bebas dan merasa nyaman dengan tubuhnya tanpa ditutupi pakaian serta berkumpul bersama di lingkungan luar kastil.

Hebatnya, Tunick tidak mengeluarkan biaya banyak untuk menyelesaikan instalasi seninya ini. Ia bahkan hanya membayar mereka dengan foto edisi terbatas sebagai kompensasi.

Spencer Tunick memang dikenal akrab memberikan karya bugil dari intepretasi seninya. Awalnya ia mengambil foto bugil dari objek di sebuah sekolah di Dulwich, London, Inggris. Seiring dengan waktu, Tunick pun makin memiliki ide gila mengambil foto objeknya dari lokasi tidak biasa.

Proyek bugil terbesar yang pernah dia lakukan adalah di Meksiko beberapa waktu lalu. Saat itu sekira 18 ribu orang, bersedia difoto bugil di pusat kota Meksiko City. Proyek ambisius ini ia sebut Zocalo. 
(faj)
 
aneh dan parah kurang kerjaan  

Arif Munandar : "PKS Bingung dengan Identitasnya Sendiri"


Teruslah bergerak, hingga kelelahan itu lelah mengikutimu, teruslah berlari, hingga kebosanan itu bosan mengejarmu, teruslah berjalan, hingga keletihan itu letih bersamamu, teruslah bertahan, hingga kefuturan itu futur menyertaimu, tetaplah berjaga, hingga kelesuan itu lesu menyertaimu. (Ustadz Rahmat Abdullah, rahimahullah)
Hanya kecintaan Arif Munandar yang begitu kuat kepada Allah Azza wa jalla yang memberinya motivasi menyelesaikan Disertasinya. Arif Munandar berhasil mempertahankan Disertasinya : “Antara Jemaah dan Partai Politik”, Dinamika Habitus Kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Dalam Arena Politik Indonesia Pasca Pemilu 2004. Selasa, 5 Juli di FISIP UI.

Arif Munandar pun sempat didera sakit dan terbaring di rumah sakit, saat ingin menyelesaikan Disertasinya itu. Ibunya, Tesmiyeti, juga begitu kuat, saat-saat menghadapi penyakit kanker, dan tetap menaruh optimisme. Ayahnya Dasril yang berdzikir tanpa putus. Isterinya Dr. Fitriany, dan putrinya semata wayangnya, Fathimah Shafiyah, semuanya turut menjadi penguatnya.
Dr. Anies Baswedan, Francisia Phd, Dr. Iwan Gardono Sujatmiko, Dr. Meuthia Gani Rochman, Dr. Linda Damayanti, dan Lugina Setyawati Phd, yang semuanya telah memberikan sumbangan berharga bagi Disertasinya itu.

Tak lupa Disertasinya itu diperkaya oleh Ustadz Abu Ridho, yang sampai Arif Munandar menitikkan air mata, saat mendengarkan penuturannya tentang PKS. Dan sejumlah nara sumbernya lainnya.
Arif Munandar berhasil mempertahankan Disertasinya di depan sidang guru besar, dan kemudian dinyatakan lulus dengan “Cumloude”. Semua guru besar yang mengujinya memberikan pujian yang tinggi kepada Arif Munandar atas karya ilmiahnya itu.

Sebuah otokritik yang sangat mendalam terhadap PKS, dan bersifat ilmiah dan sangat elegant, yang disampaikan oleh Arif Munandar melalui sebuah penelitian yang panjang. Semoga ini menjadi diskursus dikalangan pergerakan yang ingin melihat PKS dengan lebih utuh dari pandangan-pandangan Arif Munandar.
Berikut ini petikan wawancara Eramuslim dengan Doktor kelahiran tahun 1970 ini.

Eramuslim : Secara sederhana, bisa Anda jelaskan temuan Disertasi Anda tentang Habitus PKS?
Arif Munandar : PKS ini punya sejarah sebagai gerakan keagamaan yang cukup panjang. Bisa dikatakan habitusnya sangat solid. Itu sebenarnya modal yang luar biasa saat PKS masuk ke arena politik. Dia unik dan different secara internal.
Namun sayangnya kemudian dinamika internal itu justru bergerak ke arah seperti menafikan keunggulan itu. Sehingga ada upaya-upaya yang membuat kita ingin meraih kemenangan cepat tapi dengan cara bermain orang lain. Itu yang disampaikan salah satu narasumber (dalam penelitian ini) kepada saya.
Seandainya PKS itu gak usah “ngapa-ngapain”. Dia fokus ngaji aja, dia tarbiyah, dia daurah, dia baksos seperti dulu, mungkin menang dengan cara cepat tidak, tapi pasti eksis dan pasti kokoh. Karena dalam sosiologi itu hukumnya sederhana, ketika respon eksternal itu tidak kondusif, maka kekuatan internal itu harus meningkat. Yang terjadi langkah-langkah elit PKS yang mendistorsi frame itu, seperti memunculkan isu partai terbuka.

Eramuslim : PKS terbawa arus politik?
Arif Munandar : Justru saya melihatnya tarbiyah itu terkooptasi. Kader itu karena tarbiyah, dia menjadi loyal, taat, dan tsiqoh. Tapi sebaliknya elit menjadi punya ruang bermain dalam hal ini, yang sebenarnya bukan hal-hal yang agamis. Contoh ketika mulai ada suara-suara apakah uang kita masih bersih atau tidak, itukan sebenarnya pertanyaan yang profane dan tidak sakral, tapi dijawab dengan jawaban sakral, bahwa kita harus khusnudzan. Ini menjadi persoalan. Kalau tidak diperbaiki, PKS akan kehilangan keunikannya.
Saya tidak ingin ada salah faham, sebenanrnya saya dan beberapa narasumber secara personal tidak masalah dengan isu partai terbuka. Tapi persoalannya ada dua. Pertama, gagasan itu tidak di-launch atau disampaikan secara layak, jadi ada elit yang ngomong itu seakan Majelis Syura mendukung. Tapi ada elit lainnya yang mengkonter itu. Ini kan tidak mengangkat gagasan secara layak. Kader menjadi bingung. Seloyal-loyalnya kader, mereka itu manusia. Jadi kalau mau di-launching kenapa tidak dimatangkan, definisnya sama, mari kita definisikan dulu.

Oleh karena itu, kita kemudian bermain di area abu-abu. Ada seorang narasumber saya, beliau ini ahli hadits, mengatakan kalau kita bicara Sisayah Syariyyah isu nya dua, bagaimana menang, tapi tetap sesuai koridor syariat. Menang itu bisa kuantitatif, bisa juga kualitatif. Contoh Nabi Nuh (as) itu kemenangan kualitatif, tapi Rasulullah SAW selain menang secara kualitatif juga kuantitatif, karena beliau mampu mendirikan Negara.
Nah definisi taat pada Syariat itu pun ada tingkatannya. Ada aula, afdhol, ada hajar, dan daruriyat. Anda bisa bayangkan, sebenarnya kader ini kan cerdas, kebetulan ada elit yang mendefinisikan kemenangan itu dengan kuantitatif, kemenangan suara, juga mendefiniskan fiqh daruriyat pun masih oke.
Ini akan bentrok dengan kader-kader yang mendefiniskan menang itu harus dengan kualitatif dulu, yakni kemenangan dakwah dan kemudian tidak mau memakai fiqh daruriyat. Dua kubu ini pasti menjadi faksi yang berseberangan. Ini yang jadi persoalan.

Sebenarnya ini normal, faksi itu jangan dipandang negatif, hanya ia menjadi negatif kalau kultur kita belum terlalu matang. Seharusnya setelah ada perdebatan, tidak ada konsekuensi politik. Jangan karena tidak mainstream, kemudian disingkirkan. Kultur kita masih begitu.

Eramuslim : Dalam sidang tadi, Anda mengatakan ada beberapa kader terbaik yang tidak dikenal tapi kemudian disingkirkan dari struktur?
Arif Munandar : Ada dua. Dia tidak dikenal atau dianggap tidak mainstream. Ada beberapa orang di kepengurusan DPP, yang karena dianggap tidak mainstream, kemudian ditaruh di MPP atau di DSP. Padahal pada level kebijakan yang mengeksekusi itu DPP. Ada narasumber saya mengatakan itu kan sebenarnya pembuangan. Dan orang-orang (yang tersingkir) itu saya interview, mereka memang orang-orang independen.

Ditambah lagi di PKS itu ada kultur murid dan guru. Bagaimana pun hal itu tidak bisa dilepaskan, karena banyak positifnya. Tapi ketika menjadi organisasi publik seperti PKS, kultur itu banyak negatifnya. Kalau Anda guru saya, Anda murabbi, Anda ustadz saya, kita sama-sama pengurus DPP, saya gak setuju sama Anda, it’s impossible saya bicara. Gak mungkin saya mendebat. Nah, kultur-kultur itu harus segera dibereskan. Makanya dalam kultur paternalistik itu, gak mungkin perubahan datang dari bawah. Muraqib Am, Ustadz Hilmi Aminuddin, harus dengan tegas mengatakan saya harus berubah, dan itu harus dimulai dari beliau dengan mengatakan saya menolak dipilih kembali. Atau beliau boleh dipilih kembali tapi ada wakil pengurus harian.

Eramuslim : Publik bertanya-tanya apakah jangan-jangan memang beliau ingin menjabat seumur hidup?
Arif Munandar : Banyak spekulasi. Tapi yang nama spekulasi susah dibuktikan. Bisa jadi memang tidak ada calon lain.
Eramuslim : Kalau DR. Hidayat Nur Wahid bagaimana?
Arif Munandar : Nah persoalannya, lagi-lagi adalah masalah gaya. Doktor Dayat adalah sosok yang sangat independen. Istilahnya dengan atau tanpa partai dia tetap bisa eksis. Ditambah lagi orang seperti Doktor Dayat itu tidak mencari “makan” di partai. Dapat amanah dikerjakan, tidak dapat amanah ya beliau mengerjakan tugas yang lain. Jadi memang agak lain dengan faksi lainnya yang memang ada yang “hidup” dari partai.
Eramuslim : Dalam Disertasi, Anda belum menjelaskan realita beberapa kalangan Astatidz yang pergi meninggalkan PKS. Tanggapan Anda?
Arif Munandar : Persoalannya ada pada dua sisi. Ada orang yang tidak setuju tapi bersikap seperti Ustadz HNW, Kang Harna, Ustadz Musholi, dan Ustadz Abu Ridho, yang tetap berada di dalam untuk fight. Tapi ada orang yang memilih jalan lain yang keluar atau membuat mereka dikeluarkan. Ada seorang narasumber saya membuat analogi, ‘ini kan rumah kita, kalau Anda keukeuh ada orang jahat di rumah kita, masak kita yang kabur. Orang jahatnya dong yang kita usir. Kalau kita masih yakin ada orang baik di rumah kita, ya kita dukung jangan pergi.’

Eramuslim : Tapi kalau memang disuruh pergi, bagaimana?
Arif Munandar : Menurut saya kurang taktis saja. Saya punya prinsip begini, rumah kita bagus, namun kadang kadang yang salah orangnya. Jadi kalau mau ditembak ya orangnya. Ada salah seorang narasumber berkata kepada saya, ‘saya tidak pernah mau berbenturan dengan struktur, tapi jika ada kader yang ngaco, ya saya sikat’. Saya pikir itu sikap yang baik.
Eramuslim : Anda sendiri di struktur?
Arif Munandar : Saya belum pernah sampai di struktur. Saya ini nobody di PKS. I am part of the system, but i am no body.
Eramuslim : Dalam perkembangannya PKS begesekan dengan beberapa ormas dalam kasus partai terbuka, karena merekrut anggota non muslim. Tanggapan Anda?
Arif Munandar : Menurut hemat saya sebenarnya ceruk pemilih PKS cukup baik. Tapi di mana-mana jika kita bingung dengan identitas kita sendiri, maka orang luar akan lebih bingung lagi. Dan yang membingungkan itu tidak akan dipilih lagi. Akhirnya kita oleh orang sekuler tidak dipilih, dan oleh orang Islam yang kuat juga tidak dipilih.
Ada seorang narasumber saya memberikan pernyataan yang cukup baik, ‘Kita ini katanya partai dakwah, harusnya milik umat. Tapi sudahkah kita menjadi partai umat? Dekat nggak kita dengan NU, dekat nggak kita dengan Muhammadiyyah, Persis dan Hizbut Tahrir?’
Partai Dakwah itu yang pertama kali dirangkul harusnya adalah ukhuwah. Upaya formal sudah ada, karena sekarang di ada bidang Pembinaan Umat di DPP PKS untuk membangun relasi dengan ormas-ormas Islam. Tapi saya pikir itu belum cukup. Karakter partai ini harus membuat dia nyaman buat kaum muslimin dari berbagai kelompok.
Eramuslim : Beberapa kalangan meminta PKS kembali ke khittah era 80-an, sebagian lain meminta tetap jalan dengan Demokrasi seperti saat ini? Tanggapan Anda?
Arif Munandar : Dua-duanya tidak realistis. Sunnatullah kalau dunia berubah, kalau kita tidak berubah, maka kita wafat. Tapi berubah pun jangan berubah jatidiri. Jadi hemat saya, kalau mau mem-benchmark AKP monggo. Wacana yang diusung wacana objektif, wacana kebenaran global, kesejahteraan, keadilan, dan sebagainya. Saya pernah mengatakan secara ekstrem, kalau secara formal kita tidak lagi mencantumkan kata Islam, selama tarbiyah masih jalan, itu no problem. Jadi ke depan menurut saya, jalan tengah itu adalah jalan yang terbaik.

Eramuslim : Dari analisa Anda, bagaimana peluang PKS di 2014?
Arif Munandar : Saya agak worry sebenarnya. Demokrat harusnya bersykur, dia dioyok-oyok sekarang. Tiga tahun sebelum pemilu, saya yakin orang sudah lupa di 2014.

Mari kita berdoa, supaya tidak ada trouble lagi dalam 6 bulan sebelum Pemilu. Kalau sampai ada trouble lagi wassalam. Peluang PKS sebenarnya masih ada. Tapi segeralah bereskan tiga hal. Yang pertama mesti dibereskan adalah soilidaritas internal. Bohong kita bisa menang tanpa solidaritas internal. Dia hanya bisa dibereskan kalau kita duduk satu meja kembali, sepakati lagi bagaimana nilai dan wajah kita.
Perbaiki tarbiyah, karena kita tidak bisa menafikkan keunggulan kita selama ini ya itu. Saya punya pengalaman menarik, saya sudah lama gak membina. Dulu saya membina cuma empat orang, namun dalam waktu singkat bisa menjadi sampai 60 orang. Yang saya kumpulkan orang-orang yang sebelumnya pernah lepas. Saya bertanya-tanya jika kampus seperti UI kenapa banyak kader yang lepas? Usut punya usut karena astatidz itu lebih sibuk dengan partainya. Tarbiyah harus ditingkatkan kualitasnya, modul kita masih 80-an, yang ada materi politik, tapi tidak ada materi itiqadiyah. Akhirnya kita berpolitik mengikuti cara orang lain, karena tidak diajari. Jadi muwashofat tarbiyah itu harus in line dengan tuntutan public.
Kedua, identitas koletifnya harus diperjelas. Ketiga kita harus segera menginisiasi munculnya tokoh, yang kedalam bisa membangun soliditas, keluar bisa menjadi representasi cultural PKS. Dan tokoh itu sekarang tidak ada. Sebenarnya sempat ada, tapi tidak di-maintenance.

Saya menyayangkan, dulu tahun 2004 starting point SBY dengan Hidayat Nur Wahid tidak ada jauhnya. Tapi kenapa tahun 2009 gap diantara mereka sekarang terlalu besar. Persoalannya yang satu di-maintenance, dan yang satu tidak. Itu saja.

Eramuslim : Pesan buat kader PKS?
Arif Munandar : Be your self. Ikan itu tidak akan bisa hidup di luar air. Kita harus bangga dengan siapa kita. Gak perlu lah bermain dengan cara orang lain.
Eramuslim : Jadi kembali ke Asholah?
Arif Munandar : Iya kembali ke asholah tapi dengan cara yang cerdas. Yang berubah jangan isinya, tapi bungkusnya. (mzs/m/pz)

Dewan Pers: Terlalu Pagi SBY Salahkan Pers Soal Nazaruddin



Jakarta - Dewan Pers tegas menyatakan pemberitaan terkait Nazaruddin sudah sesuai kaidah kode etik dan hukum jurnalistik. Berita soal Nazaruddin pun tidak ada yang bersifat karangan atau bohong.

"Tidak ada yang sifatnya fiktif atau karangan. Karena itu, terlalu pagi kalau keterangan SBY sebagai Ketua Dewan Pembina PD seolah-olah mengatakan persoalan-persoalan PD dan yang melibatkan orang-orang di internal Demokrat sekadar dibesar-besarkan pers," kata Ketua Dewan Pers Bagir Manan dalam jumpa pers di kantor Dewan Pers, Jl Kebon Sirih, Jakarta, Selasa (12/7/2011).

Bagir yang mengenakan batik warna hijau ini pun menjelaskan, apa yang diberitakan pers adalah sebuah kenyataan. Nazaruddin begitu saja meninggalkan Tanah Air dan kemudian dijadikan tersangka korupsi oleh KPK terkait kasus wisma atlet.

"Itu kenyataan dan semua orang membicarakan itu sehingga apa yang diberitakan pers masih atas kenyataan yang diketahui umum," jelasnya.

Bagir menengarai jangan-jangan ada sesuatu di balik pernyataan SBY yang menyudutkan pers. "Jangan sampai dari pernyataan itu, sedang mencoba mengalih-alihkan persoalan itu," terangnya.

Sebelumnya dalam jumpa pers di Cikeas, Senin (11/7) malam SBY menyayangkan sikap media dalam pemberitaan Nazaruddin. Dia menilai SMS maupun BlackBerry Messenger (BBM) dari orang yang mengaku Nazaruddin dijadikan judul dan headline di media massa, sehingga menohok Partai Demokrat.

Padahal, kata SBY, mantan Bendahara Umum PD itu keberadaannya masih belum diketahui dan menjadi buron aparat penegak hukum. "Tidak bisa dikonfirmasi kebenarannya dan dijadikan alat menghakimi PD," sambung SBY.

(ndr/fay)