Pages

Sunday 28 April 2024

KPK Bakal Panggil Lagi Ketua Kadin Arsjad Rasjid Terkait Kasus Lukas Enembe

 

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan bakal melayangkan panggilan terhadap Ketua Kamar Dagang dan Indsutri Indonesia (Kadin) Arsjad Rasjid. Arsjad diminta bersaksi untuk kasus korupsi yang menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe.
Arsjad Rasjid diketahui pernah diminta untuk bersaksi lewat panggilan pertama yang dilayangkan KPK pada Selasa (13/12) silam. Namun, saat itu Arsjad tak memenuhi panggilan penyidik KPK.

Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri memastikan bakal melayangkan panggilan kedua terhadap Arsjad sebagai saksi. Sebab, sebelumnya Arsjad beralasan tak dapat memenuhi panggilan karena ada kegiatan ibadah.

"Yang bersangkutan masih ada acara ibadah begitu ya. Sehingga nanti berikutnya kami pasti panggil," kata Kabag Pemberitan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (27/12/2022) malam.

Oleh sebab itu, Ali berharap agar Arsjad Rasjid kooperatif dalam panggilan penyidik KPK. Sebab, Ali menyebut kebutuhan Arsjad dibutuhkan dalam mengungkap perkara itu.

Kasus Polisi Bunuh Diri di Mampang Ternyata Tempati Rumah Milik Fahmi Idris

Rumah yang diduga menjadi lokasi bunuh diri Satlantas Polresta Manado Brigadir Ridhal Ali merupakan milik mantan menteri (almarhum) Fahmi Idris.

Hal itu disampaikan salah seorang sekuriti pada salah satu klaster yang tidak jauh dari rumah tersebut, Suryani saat ditemui di Jakarta, Sabtu (27/4/2024).

"Iya rumah Fahmi Idris," ucapnya.

Rumah tersebut beralamat di Jalan Mampang Prapatan IV RT 10/ RW 02, Tegal Parang, Mampang Jakarta Selatan.


Suryani menjelaskan, rumah tersebut dikontrak seseorang selama empat tahun. Namun, dia tak mengetahui secara rinci identitas pengontrak tersebut.

Sementara itu, Sahrial penjaga rumah milik putri Fahmi Idris, Fahira Idris yang lokasinya tidak jauh dari rumah almarhum ayahnya, menjelaskan rumah bernomor 20 tersebut memang disewakan. 

"Iya dikontrak," ucapnya. 

Sahrial menambahkan, rumah itu sudah dua tahun terakhir ini ditempati orang lain atau bukan dari keluarga Fahmi Idris

"Kemungkinan dua tahun. Jadi pas meninggal, kemudian tak lama dikontrak," ucapnya.

Diberitakan sebelumnya, seorang pria ditemukan tewas di dalam mobil pada Kamis (25/4/2024). Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan menyebut korban meninggal ialah anggota Polresta Manado, Sulawesi Utara, yang meninggal dunia dengan luka tembak di bagian kepala.

Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasatreskrim) Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro mengonfirmasi penemuan tersebut. Korban diidentifikasi dengan inisial RA.

"Kami membenarkan bahwa telah ditemukan adanya orang meninggal dunia di dalam mobil jenis kelamin laki-laki," kata AKBP Bintoro, Jumat (26/4/2024).

RA mengalami luka tembak di bagian pelipis kanan yang tembus ke kiri, menembus atap mobil. Pihak kepolisian menemukan sejumlah barang bukti di dalam mobil, termasuk satu pucuk senjata api jenis HS.

Berdasarkan keterangan saksi, barang bukti, dan analisis forensik digital, pihak kepolisian menyimpulkan bahwa dugaan sementara adalah korban melakukan bunuh diri. Penyelidikan lebih lanjut masih terus dilakukan untuk memastikan kebenaran peristiwa tersebut.

Bunuh diri bisa terjadi saat seseorang mengalami depresi dan tidak ada orang yang membantu. Jika Anda memiliki permasalahan yang sama, jangan menyerah dan memutuskan mengakhiri hidup.

Rumah di Jalan Mampang Prapatan IV nomor 20 RT 10/RW 02, Jakarta Selatan menjadi saksi bisu kematian Brigadir Ridhal Ali Tomi alias RAT.

Terkait Muncul Nama Ashari Taniwan, Diduga Aktor Dalam Import Besi Siku Berlabel SNI

 

Persoalan hukum mengenai import baja atau besi siku yang berlabel Standar Nasional Indonesia (SNI) yang diduga palsu, akhirnya memunculkan nama Ashari Taniwan sebagai aktor utama yang menginisiasikan dan mengelola seluruh proses impor dari awal hingga pemberian label SNI yang diduga palsu tersebut pada baja atau besi siku tersebut.

Perkara mengenai adanya dugaan tindak pidana pemalsuan dan/atau mengedarkan barang yang tidak memenuhi SNI dan/atau memproduksi dan memperdagangkan barang yang tidak memenuhi standar SNI dan/atau turut serta membantu melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 KUHP dan/atau Pasal 120 UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian dan/atau Pasal 65/67 UU Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standarisasi dan Penilaian Kesesuaian dan/atau pasal 106 UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan/atau Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 (1) UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terkait dengan produk besi siku berlogo SNI saat ini sedang ditangani oleh Kepolisian Daerah Metropolitan Jaya.
Ashari Taniwan merupakan salah satu pemegang saham dalam perusahan baja swasta terbesar di Indonesia dan saat ini namanya disebut-sebut sebagai dalang utama dibalik praktik impor besi siku dari Thailand dan Tiongkok.

Hal ini terungkap dari hasil investigasi langsung dengan salah seorang pekerja, yang saat ini harus bertanggungjawab secara hukum atas perbuatan yang terjadi atas perintah dan arahan langsung dari Ashari Taniwan.
Ditemui di kawasan Jakarta Selatan, pekerja tersebut mengaku bekerja berdasarkan arahan Ashari Taniwan dan sama sekali tidak mengetahui motif dan maksud serta tujuan Ashari Taniwan untuk melakukan impor dan kemudian memberikan label SNI pada besi siku tersebut.

“Iya pak Ashari Taniwan yang menyuruh, memerintahkan import besi siku,” ujar salah seorang pekerja yang mengetahui mengenai proses impor besi siku dan pemberian label SNI pada besi siku tersebut.
Sumber tersebut menjelaskan, dia bekerja dengan loyalitas penuh kepada Ashari Taniwan dan ia hanya merupakan anak buah yang bekerja berdasarkan perintah dan tidak paham mengenai hukum, namun sangat disayangkan ternyata saat ini ia justru menjadi korban atas perbuatan dan perintah yang diberikan oleh Ashari Taniwan.

“Ashari Taniwan kan kepala salesnya, dia yang sangat memahami proses impor sampai dengan pelabelan SNI dari awal hingga akhir.” pungkasnya.

Polisi telah menetapkan beberapa orang tersangka atas dugaan tindak pidana tersebut, namun hingga saat ini dalang yang diduga sebagai aktor utama dalam tindak pidana pemalsuan tersebut masih bebas liar berkeliaran.


 

Para tersangka kasus korupsi timah Rp 271 triliun bertamab, kini giliran bos Sriwijaya Air Hendry Lie menyusul Harvey Moeis.

Kejagung menetapkan penikmat manfaat PT TIN Hendry Lie, marketing PT TIN Fandy Lingga, Kadis ESDM Babel Amir Syahbana, mantan Plt Kadis ESDM Babel BN, dan mantan Kadis ESDM Babel Suranto Wibowo, Jumat (26/4/2024).

Harvey telah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus ini sejak 27 Maret 2024.

Ia menjadi tersangka ke-16 dalam kasus dugaan korupsi timah tersebut.

Sebagai informasi, dalam kasus dugaan korupsi timah ini, Harvey berperan sebagai perpanjangan tangan PT RBT.

Ia diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar atau ilegal bersama-sama dengan eks Direktur Utama PT Timah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT).

Atas perbuatannya, Harvey dijerat Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.

Pekan lalu, Kamis (18/4/2024), tim penyidik Kejaksaan Agung menyita Toyota Vellfire dan Lexus berwarna putih milik Harvey Moeis.

Ada dua mobil yang disita terkait Harvey Moeis, yakni Toyota Vellfire dan Lexus berwarna putih.

"2 punya HM (Harvey Moeis) yang Velfire sama Lexus putih," kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung, Kuntadi kepada Tribunnews.com, Kamis (18/4/2024) malam.

Selain Harvey Moeis, Kejaksaan Agung juga menyita dua mobil milik tersangka lain, Robert Indarto (RI).

Mobil yang disita dari Direktur Utama PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS) itu adalah Innova Zenix dan Mercedes Benz.

"Yang lainnya punya RI, Zenix sama Mercy," kata Kuntadi.

Lalu, pada awal April lalu, Senin (1/4/2024), Rolls Royce dan Mini Cooper juga disita dari Harvey Moeis.

"Betul (Rolls Royce) dan Mini Cooper (milik tersangka Harvey Moeis)" kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus), Kuntadi saat dihubungi, Senin (1/4/2024) malam.

Mobil Roll Royce tersebut diketahui tiba di Gedung Kejagung RI sekira pukul 23.00 WIB dengan diantar mobil towing.

Tidak terlihat nomor pelat di mobil mewah berwarna hitam dengan warna silver di bagian kap mesin tersebut.

Hanya saja mobil Mini Cooper yang disebut Kuntadi tak terlihat di gedung Kejagung.

Yang terlihat hanya mobil Rolls Royce tersebut.

Peran Harvey Moeis dalam kasus ini, pada 2018 sampai 2019, selaku perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT) bekerja sama dengan Direktur Utama PT Timah saat itu Mochtar Riza Pahlevi Tabrani.

Harvey Moeis meminta Riza mengakomodir kegiatan pertambangan timah liar di wilayah IUP PT Timah Tbk.

Setelah beberapa kali pertemuan, disepakati kerja sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah di wilayah IUP PT Timah Tbk.

Tersangka Harvey Moeis mengkondisikan agar smelter PT SIP, CV VIP, PT SBS, dan PT TIN mengikuti kegiatan tersebut.

Hal itu dikatakan Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Kuntadi saat itu.

Kuntadi mengatakan setelah itu Harvey diduga memerintahkan para pemilik smelter menyisihkan sebagian keuntungan dari usahanya.

Keuntungan itu kemudian dibagi untuk Harvey dan sejumlah tersangka lainnya.


Kejaksaan menduga pemberian uang tersebut disamarkan sebagai dana Corporate Social Responsibility.

Dana tersebut disalurkan kepada Harvey melalui perusahaan PT QSE yang difasilitasi oleh tersangka Helena Lim.

Atas perbuatannya, Kejagung menjerat Harvey dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kejagung juga menahan Harvey di Rumah Tahanan negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung untuk 20 hari pertama sejak 27 Maret hingga 15 April 2024.

Kemudian, masa penahanan Harvey Moeis diperpanjang untuk 40 hari ke depan.

Daftar Tersangka

Dalam perkara timah ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan 21 tersangka.

Di antara para tersangka yang sudah ditetapkan sebelumnya, terdapat penyelenggara negara, yakni:

1. M Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) selaku mantan Direktur Utama PT Timah.

2. Emil Emindra (EML) selaku Direktur Keuangan PT Timah tahun 2017 sampai dengan 2018.

3. Alwin Albar (ALW) selaku Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 sekaligus Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019 sampai dengan 2020 PT Timah.

4. Kepala Dinas ESDM Babel Amir Syahbana.

5. Mantan Kepala Dinas ESDM Babel Suranto Wibowo.

6. Mantan Plt Kepala Dinas ESDM Babel BN pada Maret 2019.

Kemudian selebihnya merupakan pihak swasta, yakni:

7. Pemilik CV Venus Inti Perkasa (VIP), Thamron alias Aon (TN).

8. Manajer Operasional CV VIP, Achmad Albani (AA).

9. Komisaris CV VIP, Buyung.

10. Direktur Utama CV VIP, Hasan Thjie alias ASN.

11. General Manager PT Tinindo Inter Nusa (TIN) Rosalina (RL).

12. Direktur Utama PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS) Robert Indarto (RI).

13. Toni Tamsil, kasus perintangan penyidikan.

14. Suwito Gunawan (SG) alias Awi, Komisaris Stanindo Inti Perkasa (SIP) di Pangkalpinang.

15. MB Gunawan alias MBG selaku Dirut Stanindo Inti Perkasa (SIP) di Pangkalpinang.

16. Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta (SP).

17. Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, Reza Andriansyah (RA).

18. Manajer PT Quantum Skyline Exchange, Helena Lim.

19. Perwakilan PT RBT, Harvey Moeis.

20. Penikmat manfaat PT TIN Hendry Lie.

21. Marketing PT TIN Fandy Lingga.

Diperiksa Robert Bonosusatya Ternyata Pernah Terjerat Kasus Korlantas Polri yang Seret Budi Gunawan


Robert Priantono Bonosusatya (RBS) yang disebut-sebut sebagai "mafia besar" di balik skandal PT Timah yang menjerat suami Sandra Dewi, Harvey Moeis, hingga crazy rich Helena Lim, rupanya juga pernah terlibat dalam sejumlah proyek di Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Salah satunya, proyek dari Korlantas Polri yang pernah menyeret nama Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) saat ini, Budi Gunawan.

Nama Robert muncul pertama kali dikaitkan dengan Budi Gunawan, saat Budi Gunawan (BG) mengikuti uji kelayakan sebagai calon Kapolri pada 14 Januari 2015. Kala itu, dokumen hasil pemeriksaan Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri memperlihatkan transaksi mencurigakan sebesar Rp 57 miliar yang tercatat dalam rekening Budi.

Saat itu, Robert mengaku sebagai teman lama Budi. Namun, ia tidak menjelaskan bagaimana pertemuan mereka dimulai. Robert disebut-sebut sebagai penjamin pinjaman yang disalurkan oleh Pacific Blue International Limited untuk putra Budi Gunawan, yaitu Muhammad Herviano pada 6 Juli 2005. Herviano menerima pinjaman sebesar Rp 57 miliar.

Ketika bertemu dengan Budi dan Herviano pada tanggal yang tidak disebutkan, Robert didampingi oleh Lo Stefanus, pemilik jaringan toko perhiasan Frank and Co dan PT Mitra Abadi Berkatindo, perusahaan pertambangan timah.

Dalam pertemuan tersebut, Robert mengaku membahas rencana pinjaman untuk keperluan bisnis pertambangan timah dan perhotelan yang digagas oleh Budi, Herviano, dan Stefanus. Sementara itu, Herviano mengungkapkan bahwa Robert diminta untuk membantu mencari dana pinjaman karena keterbatasan modal dalam menjalankan bisnis.

Setelah menghilang dari sorotan, nama Robert Priantono Bonosusatya kembali mencuat saat dia mengakui bahwa PT Jasuindo berhasil memenangkan tender di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri.

Bukti keterlibatan Robert dan PT Jasuindo dalam proyek Korlantas Polri diperkuat dengan fasilitas bank penjamin seperti yang tercantum dalam laporan keuangan PT Jasuindo per 31 Desember 2013. Laporan keuangan tersebut ditandatangani langsung oleh Robert sebagai komisaris utama.

Robert diketahui pernah menjabat sebagai Komisaris Utama PT Jasuindo Tiga Perkasa Tbk, perusahaan yang bergerak di bidang percetakan dan produksi dokumen keamanan.

PT Jasuindo dilaporkan telah menggarap proyek pencetakan Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), dan Surat Izin Mengemudi (SIM) di Korlantas Polri.

Fasilitas bank garansi yang menjadi bukti keterlibatan Robert dan PT Jasuindo dalam proyek Korlantas Polri telah diakatakan oleh Isy Karimah Syakir, notaris di Surabaya, Jawa Timur. Hal ini tertuang dalam akta perjanjian nomor CRO.SBY/0595/NCL/2013, tanggal 1 Oktober 2013, dan akta nomor 2. Plafon fasilitas bank garansi tersebut mencapai Rp 102 miliar dan berlaku mulai 1 Oktober 2013 hingga 31 Maret 2014.

Robert Priantono Bonosusatya juga dikaitkan saat kasus Ferdy Sambo. Robert diduga memfasilitasi perjalanan Brigjen Hendra Kurniawan dan rombongan ke Jambi dengan menggunakan jet pribadi.

Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menyatakan dugaan keterlibatan dua warga sipil yang memfasilitasi jet pribadi tersebut untuk rombongan Hendra Kurniawan, yaitu RBT dan YS.

Menurut Sugeng, Hendra bersama Kombes Agus Nurpatria, Kombes Susanto, AKP Rifaizal Samual, Bripda Fernanda, Briptu Sigit, Briptu Putu, dan Briptu Mika menumpang jet pribadi tersebut.

Pada 11 Juli 2022, mereka berangkat menuju rumah keluarga Yosua, hanya tiga hari setelah Yosua meninggal, atas perintah mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo.