Pages

Tuesday 8 April 2014

Korupsi Busway, Kejagung Tebang Pilih?

Jakarta, Aktual.co - Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) DKI Jakarta dan Kepala Biro Perencanaan DKI Jakarta yang menjabat dari tahun 2006-2014 dinilai menjadi orang yang paling bertanggung atas dugaan korupsi pengadaan bus Trans Jakarta.

“Jika Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak menjadikan seluruh Kepala Biro Perencanaan dan Kepala BPKD semenjak Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso menjabat menjadi tersangka maka upaya Kejagung itu sudah tidak benar,” kata Ketua Umum Generasi Muda Putra Tapanuli Utara (GMPTU) Tigor Doris Sitorus di Jakarta Minggu (5/4).

Saat ini Kejagung telah menetapkan dua orang tersangka yang hanya merupakan Pegawai Negeri Sipil pada Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Drajat Adhyaksa dan Setyo Tuhu.

Doris menegaskan, pengadan bus Trans Jakarta terjadi sejak Gubernur Sutiyoso menjabat. Mereka semua yang merencanakan itu, maka mereka semua harus bertanggung jawab.

“Jadi bukan hanya Kepala Dinas Perhubungan dan panitia lelang saja yang dijadikan tersangka. Kepala Biro Perencanaan dan Kepala BPKD Juga harus dijadikan tersangka,” kata Doris.

Doris menambahkan, yang menentukan harga pasar bus itu adalah BPKD. Mereka yang melakukan survey terhadap 3 merk bus yang equivalen atau setara dengan standard yang mereka tentukan lalu standard itu dimasukkan ke dalam Buku Biru atau daftar harga barang di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

“Itu yang dijadikan sebagai panduan oleh panitia lelang. Jadi, jikalau panitia lelang saja dinyatakan bermasalah oleh Kejagung, maka yang menyusun panduan itu juga harus ditersangkakan karena mereka yang menentukan harga itu sehingga kemudian harga itu dinyatakan kemahalan,” urai pria penggemar renang ini.

Lanjutnya, didalam Buku Biru itu ada 15.000 jenis harga satuan barang termasuk didalamnya terkait dengan harga bus yang diadakan itu.

“Maka, ketika BPKD menetapkan harga dalam buku tersebut sehingga panitia yang sudah dijadikan tersangka mengikutinya, maka BPKD juga harus ikut bertanggung jawab juga,” tuturnya.

Kejagung harus fair mengungkapkan apakah ada potensi mark up dalam penentuan harga dalam buku itu karena kami khawatir kenapa BPKD yang sesungguhnya menetapkan harga yang dinyatakan Kejagung kemahalan sehingga merugikan negara malah tidak dijadikan tersangka?, tanyanya.

“Kalau Kejagung tidak melakukan itu maka patut diduga mereka melakukan upaya tebang pilih. Itu sama saja bahwa Kejagung sudah berpolitik,” tutupnya.

No comments:

Post a Comment