Pages

Friday 19 April 2024

Terdakwa TY Bacakan Pledoi dalam Sidang Perkara Pidana Pasal 372 & 378 KUHP di PN Jakpus

 

Sidang lanjutan perkara pidana dugaan pelanggaran Pasal 372 dan 378 KUHP dengan agenda pembelaan (pledoi) dengan terdakwa Thomas Nur Yaputra (TY) di gelar di PN Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2019)

JAKARTA - Sidang lanjutan perkara pidana dugaan pelanggaran Pasal 372 dan 378 KUHP dengan agenda pembelaan (pledoi) dengan terdakwa Thomas Nur Yaputra (TY) kembali di gelar oleh majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2019). Terdakwa TY mengatakan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam dakwaannya pada pasal 372 KUHP menyatakan bahwa terdakwa saksi Naoki Wada, tetapi kemudian malah menuntut terdakwa.

"Bahwa fakta hukum Jaksa Penuntut Hukum dalam dakwaan dan tuntutannya telah salah dan keliru, dimana dalam dakwaan dan tuntutan JPU telah terdapat kesalahan - kesalahan yang sangat mendasar," jelas TY dalam persidangan saat membacakan pledoi di PN Jakarta Pusat. Lanjutnya, TY menjelaskan JPU sama sekali tidak mempertimbangkan dengan seksama bahwa apa yang didakwakan kepada terdakwa adalah murni hubungan perjanjian perdata, yang dalam hal ini, Perjanjian Distributor Ekslusif dan Surat Penunjukan Distributor antara PT. MPFI dengan PT RTI, dan antara PT MPFI dengan PT. RPrima. 

Serta Surat Perjanjian Kesepakatan antara PT MPFI dengan PT RPRIMA tanggal 4 Februari 2015 yang mana apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban, maka hal tersebut adalah suatu peristiwa wanprestasi, yang menjadi kewenangan peradilan perdata (kompetensi absolute) tetapi ternyata dipaksakan oleh JPU sebagai tindak pidana penggelapan." "JPU telah melampaui batas wewenangnya dengan secara sengaja mengkriminalisasi fakta hukum Perjanjian Perdata yang diakui keberadaan dan keabsahannya oleh saksi Michelle Wondal, saksi Helmi Hasibuan, serta diakui sendiri dalam risalah rapat Matsuzawa Kogei (pemegang 97.12% saham PT MPFI) dalam hal ini adalah Surat Perjanjian Distributor Eksklusif dan Surat Penunjukan Distributor antara PT MPFI dengan PT RTI dan antara PT MPFI dengan PT. RPrima serta Surat Perjanjian Kesepakatan PT. MPFI dengan PT. RPrima, suatu peristiwa perdata dua Perseroan Terbatas menjadi sebuah tindak pidana Penggelapan perorangan," kata TY. Lebih jauh TY menjelaskan hubungan hukum antara Naoki Wada dengan Terdakwa dalam kedudukan sebagai direksi adalah hubungan hukum antar perusahaan dalam perjanjian distributor dimana masing-masing perusahaan mengemban hak dan kewajibannya.

"Direksi adalah jabatan dalam suatu perusahaan sehingga pada saat Naoki Wada tidak lagi menduduki jabatan sebagai direksi dan keluar dari perusahaan maka menurut hukum Naoki Wada sudah tidak berwenang lagi untuk mewakili perusahaan yaitu sejak 31 Maret 2018," ungkapnya. Dalam pembacaan pledoi oleh terdakwa TY, yang menerangkan bahwa TY tidak bersalah dalam kasus tindak pindana penipuan dan penggelapan. Hakim ketua, Saifudin Zuhri mengatakan bahwa sidang putusan akan dilaksanakan pada 11 September 2019 di PN Jakarta Pusat. Sementara itu ketika hendak diwawancarai, JPU Januar Ferdian mencoba mengelak dari kejaran awak media yang sedang meliput kegiatan sidang tersebut.

No comments:

Post a Comment